Dua pekan sebelum Cherrypop Festival 2025 berlangsung, sebuah aktivasi pra acara telah terlaksana. Disebut Cherry Live, agenda pertunjukan gigs ini merayakan “sidang pendadaran” Jenny atas rilisnya kaset dan piringan hitam “Manifesto”-nya.
Bertempat di selasar JNM Bloc dan bersisian dengan lokasi pameran Artjog, Jenny dan The Skit tampil sebagai bintang Cherry Live edisi pertama malam (24/7) itu.
Pemilihan tempat dan penampil yang cukup nyeni itu bukan tanpa alasan. Lebih dari setengah abad lalu, bangunan nomor 1 di jalan Ki Amri Yahya tersebut merupakan eks bangunan Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), cikal bakal Institut Seni Indonesia (ISI) yang kini berada di Sewon, Bantul.
Jenny yang merefleksikan kelahirannya pada 2003 di ISI Yogyakarta memilih The Skit, band muda yang emerging asal ISI Surakarta sebagai pembuka penampilannya malam itu.
“Sepertinya aku melihat Jenny di awal kelahirannya seperti The Skit hari ini, gitu. Nggak skill-skill amat, brengsek semuanya, berasal dari kampus seni rupa, dan awur-awuran. Tidak ada talent yang paling tepat untuk menemani pakde-pakde dalam perilisan ini selain The Skit,” ungkap Sirin Farid Stevy di salah satu sesi interviewnya.
The Skit membawakan satu set panggung berisi 9 lagu. Bukan The Skit jika tidak polah, mereka tampil dengan dandanan khas penari Kuda Lumping, memperkuat nuansa magis dan kesan “kampus seni”-nya.
Slogan “EXOX” khasnya dan lagu paling populer, “Cherry”, bergema di selasar dan turut dirayakan sebagian penonton yang mungkin masih berusaha mengenali bakat-bakat muda utara kota Surakarta tersebut.
Suasana tiba-tiba berubah hening dan khidmat ketika Paksi Gading membacakan ulang kesan-pesannya tentang Jenny di hari pertama karya mereka rilis. Dilanjutkan dengan mars ISI Yogyakarta, seketika setelahnya, bintang utama acara malam itu, Jenny, menyapa audiens yang mulai merapat ke tengah panggung.
Tanpa barikade, semua orang merayakan “sidang pendadaran” Jenny
Selain penampilan-penampilan, turut mengundang perwakilan Kedai Buku Jenny, sebuah komunitas literasi yang berbasis di Makassar. Sesi ini disebut sebagai kuliah Kapita Selekta Jenny yang disampaikan oleh perwakilannya, Bobby.
Komunitas ini berdiri karena terinspirasi dengan etos yang ia simpulkan selama menjadi bagian dari Klub Matimuda: etos kesetaraan dan cara sederhana untuk berbahagia. Etos ini bertransformasi menjadi kelompok literasi untuk semua kalangan. Hal inilah yang menghidupi KBJ selama 14 tahun 5 bulan lamanya sebagai perpustakaan komunitas, taman baca masyarakat, dan kelompok teater yang semoga panjang umurnya.
Riuh penonton semakin tak terelakkan, dan hanya bisa ditenangkan kembali ketika selasar tersebut berubah menjadi lapangan tempat orasi dikumandangkan setelahnya. Orasi itu diberi judul “Orasi Skena” yang disampaikan oleh Arsita Pinandita. Diawali dengan “Manifesto Postmodernisme”, orasi ini mengalir menceritakan 10 lagu Jenny dan kilas balik Dito mengenal Jenny sejak kelahirannya hingga hari ini.
Orasi diakhiri dengan pertanyaan “Future Nostalgic”, kira-kira akan seperti apakah Jenny setelah ini?
Acuh tak acuh dengan orasi tersebut, Jenny kembali meriuhkan panggung dengan ragam kejutannya. Di tengah-tengah setlist, tiba-tiba aransemen salah satu lagu FSTVLST dimainkan.
“Semua yang merayakan Jenny, merayakan FSTVLST juga! Apalah FSTVLST tanpa Jenny!” teriak sang vokalis.
Kejutan lainnya adalah ketika Fanny Soegi tampil dan menyapa penonton. Seketika ia mengajak para perempuan untuk turut bernyanyi bersama di panggung, tepat di lagu “Tanah Indah untuk Para Terabaikan Rusak dan Ditinggalkan”.
“Manifesto Jenny di ASRI” ini menjadi pembuka Cherry Live #1 yang menggugah untuk rangkaian Cherrypop Festival 2025. Bukan hanya pertunjukan musik dan perayaan rilisan ulang, melainkan sebagai momentum pertemuan generasi antara penggemar lama sebelum Jenny mati suri dan penggemar masa kini yang belum pernah melihat “kebangkitan” Jenny.
Penulis: Balma Bahira Adzkia
Foto sampul oleh: Wildan Naufal


