Menelusuri Maksud dari Perhelatan Musik di Cherrypop Festival 2023

Selama dua tahun terakhir ini harus kita akui bahwa Yogyakarta menjadi salah satu kota di Indonesia dengan acara musik terbanyak. Entah dalam skala kecil, tanggung, maupun besar, dalam kurun satu pekan nyaris acap ada saja acara musik. Bahkan yang jadwalnya tabrakan satu sama lain juga kerap terjadi. 

Tapi muncul pertanyaan di benak saya, berapa yang sudah mengusung narasi tertentu? konser apa aja yang sudah memiliki karakter? Saya berani bilang hanya hitungan jari saja. Lantaran banyaknya acara musik di Jogja secara jamak saya kategorikan, pertama hanya buat senang-senang semata, kedua pesanan klien, dan ketiga coba-coba karena menganggap bisnis EO menggiurkan. 

Hal itu tentu tidak salah, tapi harus diakui bahwa narasi itu menjadi hal yang penting. Sebab dari situ suatu acara musik akan memiliki karakter sehingga membedakan satu dengan yang lainnya. Lebih jauh lagi akan lebih memberi kesan hingga mencuri hati siapa saja yang terlibat di dalamnya. 

Memang untuk membuat suatu acara musik yang mengusung narasi tertentu dan berkarakter tidaklah mudah. Karena perlu memutar otak dan melakukan kerja-kerja kreatif secara intens. Supaya tidak terlalu “copypaste” acara musik yang sudah ada. 

Berhubung tidak banyak acara musik yang memiliki karakter di Yogyakarta, sedikitnya itu saya melirik salah satu festival yang belakangan ini sedang ramai diperbincangkan di Yogyakarta. Adalah Cherrypop Festival. Acara ini memang dilabeli sebagai festival kebudayaan. Karena bukan hanya musik saja yang disuguhkan, melainkan aktivasi lain, seperti seni, pemutaran film dokumenter, kerja-kerja kreatif, dll turut dihidangkan. 

Saya tidak akan membahas satu-satu, karena satu aktivasi bisa satu seri sendiri. Sesuai judulnya saja, saya akan mencoba menelusuri maksud perhelatan musik di Cherrypop Festival 2023. 

Bagi siapa saja yang terlibat di perayaan Cherrypop Festival 2022 dan 2023, tahun kedua ini Cherrypop Festival mengalami peningkatan yang sangat drastis dengan tahun pertamanya. Bagaimana tidak ketika tahun pertama, para penampil hanya berjumlah jari tangan dengan 1 panggung saja, sedangkan untuk tahun kedua, ada 40 penampil dengan 3 panggung. 

Dalam memilah dan memilih para penampil itu, tentu pihak penyelenggara tidak asal-asalan. Mereka dengan jeli menentukan siapa saja yang akan tampil di Cherrypop Festival 2023. Pun saya kira mereka tepat sasaran dalam mengadakan Cherrypop Festival 2023. Lantaran acara ini belum pernah terselengara sebelum-sebelumnya, setidaknya dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Mereka, saya kira paham betul akan kondisi skena musik yang ada di Yogyakarta. 

Tidak berlebihan lantaran kalau melihat geliat skena musik di Yogyakarta kota ini cukup beruntung bisa melahirkan banyak sekali musisi hingga band dari segala genre. Gang-gang kecil hingga kampus-kampus di Jogja banyak mencetak band-band yang jumlahnya tidak sedikit. Tapi sayang, mendirikan sebuah band di Jogja itu tidak selalu berjalan dengan mulus.

Bukan karena karya mereka yang buruk melainkan kerap dihadapkan dengan industri yang hanya berkiblat di Jakarta saja. Karena menjadi rahasia umum bahwa negara kita masih Jakartasentris, khususnya dalam jagad permusikan. Contoh kecil saja, taruhlah suatu band memiliki karya yang sama-sama bagus, tapi lebih gampang moncer mana antara mendirikan band di Jakarta dengan yang ada di Jogja atau daerah kecil lainnya? Sudah jelas jawabannya adalah Jakarta. 

Walhasil karena faktor itulah tak sedikit band Jogja yang bubar, hiatus, atau setidaknya tidak dilirik oleh industri musik. Seperti contoh ketika mendirikan band di kampus, lalu para personilnya lulus, tak terelakan mereka akan kembali ke kampung halaman atau kerja di kota lain, karena untuk berkerja di Jogja sungguh sangatlah menantang ketika melihat UMR-nya. 

Sehingga kalau hal ini terus dibiarkan, tidak menutup kemungkinan akan sedikit bibit-bibit baru yang mewarnai kancah musik nasional. Tapi syukurlah Cherrypop Festival di tahun kedua ini membawa “bara” untuk mewadahi itu. Karena tak sedikit penampil yang berasal dari kalangan “underground”. Seperti contoh ada The Kick, Untitled Joy, The Bunbury, No Skill, The Blend.Id, LOR, Liburan Dirumah, dan lain sebagainya. 

Sepengetahuan saya band-band itu sebelumnya hanya bermain di acara-acara gigs-gigs underground. Sekelas festival belum pernah melirik mereka. Baru Cherrypop Festival 2023 yang memberikan panggung untuk band-band itu agar “memamerkan” karya-karya kepada para pengunjung. Bahkan saya punya asumsi lagi ada maksud tertentu dari pihak penyelenggara dalam meletakan para penampil yang sifatnya underground itu di Yayapa Stage, panggung tengah di antara kedua panggung lainnya, Cherry Stage dan Nanaba Stage.

Asumsi saya ini adalah pihak penyelenggara ingin lebih memperkenalkan musik-musik mereka kepada para pengunjung. Lantaran ketika penonton mau pergi ke Nanaba Stage maupun ke Cherry Stage alunan musik dari Yayapa Stage akan terdengar. Secara tidak langsung para pengunjung Cherrypop Festival 2023 minimal akan melirik atau mungkin malah menonton band-band yang tampil di Yayapa Stage. 

Bagi yang belum tahu, Yayapa Stage ini model panggungnya memang tidak terlalu besar, persis seperti di gigs-gigs pada umumnya. Jadi vibes yang didapat sangat cocok saat menonton para penampil di panggung tersebut. 

Bukan hanya mewadahi line up yang biasanya hanya main di gigs saja, melainkan Cherrypop Festival bagi saya menjadi tuan rumah bagi para musisi dan band yang ada di Yogyakarta. Setidaknya dari 40 penampil, ada  20 penampil yang berasal dari Yogyakarta. Sisanya berasal dari ibu kota dan daerah lain. Selain itu di hari kedua di masing-masing panggung pamungkasnya juga berasal dari Jogja, yakni Majelis Lidah Berduri, NDX AKA, dan Jenny, 

Menjadi panggung tuan rumah ini penting (tentu tanpa mengurangi rasa hormat kepada para penampil luar Jogja), karena dengan demikian tidak ada kesan penampil luar “menjajah” Yogyakarta. Atau setidaknya masyarakat Jogja, khususnya pengiat skena musik bisa berbangga diri karena line up yang mengisi acara kebanyakan dari Jogja. 

Jangan salah, menjadi tuan rumah kapasitas dari band-band Jogja ini juga terbilang mumpuni. Antara satu dengan yang lainnya memiliki karakter yang berbeda-beda. Bahkan walau mereka mungkin mengambil referensi musik atau mengidolakan sosok tertentu tapi selalu memiliki karakter. Sebut saja seperti Jenny, DOM 65, Seek Six Sick, The Kick, Jono Terbakar, Majelis Lidah Berduri, dan lainnya. Mereka semua dari segi musik dan lirik memiliki warna tersendiri. 

Dari sedikit ulasan perhelatan musik di Cherrypop Festival 2023 tajuk yang disematkan “Swasembada Musik”. Sebuah tema yang menurut saya membumi, lekat dengan kehidupan masyarakat, tapi sekaligus berani. “Musik Harus Menjadi Panglima!”, itu ungkapan yang saya sematkan untuk memberikan sinomin dari Swasembada Musik, sekaligus menjadi seruan bahwa tidak bisa tidak musik akan selalu melekat dan mengisi segala lini kehidupan manusia. 

Penulis: Khoirul Atfifudin