The Kick tidak memainkan punk rock, tetapi memainkan perasaan lewat beat remix yang bikin semua bergerak.
Hal pertama yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya: senam massal bersama The Kick. Sebagai penonton festival musik, saya terbiasa dengan singalong, moshing, atau crowd surfing. Tapi malam itu, di Cherrypop Festival 2025, saya merasakan pengalaman baru, menutup konser bukan dengan teriakan encore, melainkan dengan gerakan senam sederhana yang dilakukan serentak.
The Kick tampil di hari kedua (10/8), tepat pukul 22.05 di Yayapa Stage. Awalnya terasa seperti penampilan The Kick pada umumnya penuh energi, liar, dan padat dengan nuansa punk rock lengkap dengan crowd surfing di depan panggung.
Saya masih bisa merasakan dorongan adrenalin saat mereka memainkan “Karbitan” lagu favorit saya dari album ‘Rangsang’. Momen itu membuat saya tersenyum lebar, karena entah kenapa selalu ada rasa puas tersendiri ketika lagu kesukaan dimainkan di tengah kerumunan festival.
Setelah beberapa lagu terakhir dimainkan, suasana tiba-tiba berubah. Alih-alih menutup dengan encore standar, musik mendadak bergeser ke remix Prontaxan. Beat-nya dipelintir, lebih tebal, lebih jenaka, tapi tetap bertenaga. Seluruh personel The Kick memakai jersey olahraga, kompak dan mencolok.
Saya ikut bergerak, tangan terangkat, badan berputar, langkah-langkah sederhana. Rasanya absurd sekaligus menyenangkan, di depan panggung melakukan gerakan yang sama, sambil tertawa, bersorak, dan merekam momen ini. Tidak ada yang peduli terlihat aneh malam itu, semua larut dalam energi yang sama.
Yang membuat momen ini semakin berkesan adalah ingatan saya beberapa hari lalu, ketika menonton The Kick dalam format orchestra di acara Big City Noisy Club. Saat itu, panggung terasa megah dan penuh harmoni.
Bandingkan dengan di Cherrypop yang riuh, cair, penuh energi, bahkan sedikit kocak. Dua sisi yang berlawanan, tapi justru inilah kekuatan The Kick. Mereka bisa mengubah warna pertunjukan, bereksperimen dengan format yang berbeda, dan tetap menyentuh perasaan penontonnya.
Dari megahnya orchestra hingga absurdnya senam massal, benang merahnya tetap sama “The Kick tidak memainkan punk rock, mereka memainkan perasaan.”
Bagi saya, senam massal diiringi remix Prontaxan bukan hanya gimmick panggung. Itu adalah bentuk lain dari kebersamaan bagaimana musik bisa melebur batas antara band dan penonton.
Saya pulang dari Yayapa Stage malam itu dengan senyum lebar. Rasanya seperti mendapat pengalaman baru yang akan selalu melekat. Dan di kepala saya hanya ada satu pertanyaan: kejutan apa lagi yang akan The Kick siapkan di panggung berikutnya?
Senam massal, remix, crowd surfing, malam penuh kejutan ini tak akan saya lupakan. Terima kasih Cherrypop 2025 sudah menghadirkan momen tak terlupakan ini.
Penulis: Okvita Gisya
Artikel ini merupakan hasil dari program PENA SKENA, sebuah lokakarya dan praktik jurnalisme musik yang diinisasi oleh Cherrypop Festival. PENA SKENA diharapkan bisa mendorong aktivasi jurnalisme musik sebagai salah satu alat pemajuan kebudayaan, yang digerakkan oleh anak muda yang berpihak pada lokalitas.


