Perjalanan band Shoegaze di industri musik Indonesia, faktanya memang tak ada yang bisa berbicara banyak. Tak terkecuali, The Milo. Meski mereka tak pernah mendominasi pendengar musik Indonesia, namun tetap ada dari era ke era.
Shoegaze yang lahir di Inggris pada penghujung 80-an silam, sempat naik daun hingga tergerus arus Britpop dan Grunge pada pertengahan 90-an ini, juga berdampak ke Indonesia. Tepatnya pada 1996, munculah The Milo sebagai pionir band Shoegaze di Indonesia.
Comeback-nya beberapa dedengkot Shoegaze di tanah kelahirannya, macam My Bloody Valentine, dan Slowdive pada medio 2013-2014 membuat isu musik Shoegaze kian diperhatikan lagi oleh industri musik secara global, tak terkecuali Indonesia. Hal tersebut juga berdampak terhadap band-band asal Indonesia, yang memainkan musik Shoegaze.
Mulai dari yang sudah lama terbentuk, maupun band-band yang baru muncul. Banyak materi lama mereka yang akhirnya didengarkan lagi, hingga perburuan rilisan fisiknya yang tak terhindarkan.
Fenomena tersebut juga terjadi pada The Milo yang akhirnya merilis album ‘Wasted Parts’ pada 2017 lalu. Album ini merupakan kompilasi yang berisi B-sides dari materi lama The Milo. Sebelumnya band asal Bandung ini telah merilis debut album ‘Let Me Begin’ (2003), dan album ke-2 ‘Photograph’ (2011).
Tahun 2025 nanti, The Milo akan memasuki usianya yang ke 29 tahun. Selama mereka berkarir, tampil di Yogyakarta masih menjadi mitos. Namun, dipastikan mitos tersebut akan terhenti pada hari kedua Cherrypop Festival, tepatnya pada Minggu, 10 Agustus 2025.
Sangat sayang, peristiwa langka ini kalau sampai terlewatkan. Maka itu, mari berjumpa di antara kerumunan penonton. Kita nikmati bersama irama-irama sadness dari pionir Shoeagaze asal Bandung ini. (*)