Membeli oleh-oleh adalah hal penting bagi seorang pengunjung suatu tempat wisata maupun event tahunan, terutama bagi mereka yang gemar mengoleksi barang khas dari kunjungannya tersebut. Tujuannya bisa jadi untuk pengingat atau penanda “oh aku pernah berada di sana!”, atau sekadar koleksi karena desainnya menarik.
Bentuk oleh-olehnya pun beragam: gantungan kunci, kaos, tas, tali lanyard untuk mengalungkan ID card kantor kebanggaan atau rokok elektrik, dan lain-lain. Cherrypop Festival 2024 pun mengambil peluang ini dengan menawarkan berbagai merchandise resmi yang tersebar di berbagai booth: Record Store, Cherryshop, dan Live Sablonase (berkolaborasi dengan Nasraya).
Di antara tiga booth yang secara literal menjual barang-barang koleksi (beberapanya edisi khusus) justru yang menarik perhatian saya adalah booth Live Sablonase. Mulanya saya berpikir ini mirip dengan kenangan saat saya masih kecil, membeli kaos dengan nama tersablon dari salah satu kios di pasar malam sekaten (yang dulu berlokasi di Alun-alun Utara Yogyakarta).
Dulu setiap ada sekaten yang mana hanya digelar setahun sekali, orang tua kerap membelikan saya dan adik setelan bergambar princess lengkap dengan sablon nama di punggung. Kualitas kaosnya biasa, nyaman dipakai untuk bermain sore-sore di halaman rumah, dan gambarnya tidak luntur. Namun di booth sablonase Cherrypop 2024 ini ternyata berbeda.
Laman akun Instagram Cherrypop 2024 telah mengumumkan akan digelar booth live sablonase, gagasan yang sebenarnya tidak baru karena sudah terealisasi sejak 2022. Kini Cherrypop menggandeng Yayasan Nasraya sebagai partner untuk live sablonase. Terdapat enam ilustrasi band untuk gambar sablon: The Upstairs, Morfem, Dongker, Rabu, Sukatani, dan Majelis Lidah Berduri.
Syarat yang perlu diperhatikan bagi pengunjung yang ingin mengoleksi barang dari live sablonase ini adalah kaos atau benda berbahan kain polos berwarna terang dan dikenai tarif Rp50.000 di tiap sablonnya. Bila tidak membawa kaos sendiri, dapat membeli langsung dari booth selama persediaan masih ada dengan merogoh kocek tambahan sebesar Rp100.000.
Booth Live Sablonase membuka pesanan selama dua hari pelaksanaan Cherrypop 2024 mulai pukul 14.30 – 21.00 WIB, sedangkan jam untuk pengambilan ditunggu hingga acara selesai yakni pukul 23.00 WIB.
Sepengamatan saya, selama dua hari pelaksanaan Cherrypop Festival 2024, booth yang terletak di selatan panggung Nanaba Stage ini selalu ramai. Bahkan beberapa kali sampai mengantre hingga meluber ke luar stand, menunjukkan animo pengunjung yang tinggi terhadap adanya booth live sablonase. Hal ini terkonfirmasi melalui perbincangan saya dengan kasir stand, Ista, yang mengaku tidak menyangka pesanannya bisa membludak.
“Hari pertama itu ada sekitar 230 pcs terjual, sedangkan yang hari kedua ini belum selesai kurekap tapi kelihatannya mencapai 200-an juga,” ujar Ista. Sekitar lebih dari 400 buah pesanan tersebut, saya menanyakan apa ilustrasi terlaris yang diminta oleh pemesan. Ternyata Dongker menempati peringkat pertama, disusul oleh Morfem dan The Upstairs.
Ilustrasi pada gambar sablon sepenuhnya digambar oleh seniman grafis lokal potensial. Sehingga memang tidak perlu diragukan lagi kalau gambarnya “nyeni pol”. Saya berkesempatan mewawancarai Galih dan Firda, ilustrator dari ilustrasi sablon band Dongker dan Rabu.
Mereka menceritakan proses kreatif dari gambar yang dibuat. “Waktu itu tuh Mas Adnan dari Nasraya ngontak aku untuk ikut jadi bagian dari ilustrator sablon ini.
Beliau minta aku untuk bikin ilustrasi dari band “don’t care”, kan aku ga ngeh ya. Ga taunya maksudnya Dongker, “ kata Galih. Menurut pengakuan kedua ilustrator, diberikan waktu sekitar 3-4 hari untuk mengerjakan ilustrasi tiap band. “’Tanggal 1 (Agustus) harus jadi!’, gitu kata beliau. Wah kataku ini sih emang nyarinya ilustrator yang bisa kerja dadakan, hahaha” gelak Firda.
Meski pengerjaannya terbilang mendadak, terdapat makna filosofis dari masing-masing karyanya. Firda menggunakan kupu-kupu sebagai ilustrasi band Rabu karena branding band-nya banyak menyiratkan pesan metamorfosis.
Jika diperhatikan dengan saksama, terdapat kamuflase tulisan “RABU” pada motif sayap kiri kupu-kupu. Lalu diselipkan juga ciri khas karya buatan Firda yakni mata sebagai nilai tambah estetika di sayap sebelahnya.
Galih menginterpretasikan lagu-lagu Dongker yang ditulis dengan “gila”, sehingga ia memilih untuk mengkombinasikan kegilaan tersebut dengan elemen-elemen khas Dongker, contohnya serigala. Tentunya ilustrasi-ilustrasi yang dibuat telah mendapat persetujuan dari band terkait.
Galih dan Firda mengaku senang dan merasa terhormat bisa diajak ke proyek live sablonase tahun ini. Menurut Galih, Cherrypop berhasil mengkoneksikan fans dengan artisnya melalui merchandise. “Biasanya kan event-event cuma menjual *merchandise-*nya sendiri, kalau Cherrypop beda,” kata Galih.
Lain dengan Galih, Firda lebih menyoroti posisinya yang mengaku sebagai seniman pemula. Dengan adanya upaya penggaetan ilustrator lokal, gagasan Live Sablonase ini memiliki nilai plus dari sisi apresiasi karya bagi para insan kreatif yang terlibat di dalamnya.
“Ini tuh jadi kesempatan emas untuk ilustrator, seniman, apalagi yang pemula kayak aku untuk punya portofolio. Aku juga jadi ngerti gimana cara masing-masing band itu mem-branding dirinya,” ungkap Firda.
Beberapa pengalaman pembeli turut menambah nilai ketakjuban saya atas adanya booth sablon ini selain pembangkit kenangan masa kecil. Sebagai contoh, seorang pembeli asal Yogyakarta rela merogoh kocek sebesar Rp300.000 demi memuaskan kesenangan dirinya akan pengarsipan koleksi kaos band The Upstairs, Morfem, dan Sukatani.
Ia menambahkan jarang melihat booth sablon di festival, kecuali acara-acara kolektif. Sablon ini juga menjadi alternatif bagi pengunjung yang kehabisan merchandise band favoritnya, seperti sepasang pembeli dari Malang, Taka dan Naila, yang rela mengantre untuk satu kaos Majelis Lidah Berduri.
Menurut mereka booth sablonase ini masih jarang dan harus dicontoh di festival-festival lain, karena akan menjadi salah satu nilai plus seperti yang terselenggara di Cherrypop 2024.
Damar, konsumen asal Kulonprogo mengamini hal tersebut. Ia mengaku senang ada booth sablon karena desain yang ditawarkan eksklusif, hanya ada di event Cherrypop 2024 saja. Sehingga barang yang didapat selain bisa digunakan sehari-hari juga bisa menjadi koleksi.
Dari pengalaman yang dibagikan oleh masing-masing pihak yang terlibat, saya mengambil kesimpulan bahwa adanya booth live sablonase dapat menjadi konektor dalam menghidupkan ekosistem seni.
Ilustrator diperkenankan menuangkan ide dan gagasannya secara visual tentang band yang digarap. Lalu karya tersebut dicetak dan nantinya dapat digunakan banyak orang, yang mana memberi kebanggaan tersendiri bagi para pekerja kreatif di baliknya.
Hemat saya, tindakan membeli kaos dan jasa sablon di booth live sablonase dapat dipandang sebagai bentuk apresiasi dan dukungan dari eksternal pekerja seni terhadap karya-karya yang ada. Dukungan terhadap band yang ia banggakan, dukungan terhadap ilustrator dan pekerja sablon atas hasilnya yang ciamik, dan juga dukungan terhadap penyelenggara yang telah memfasilitasi adanya booth ini.
Jadi, kira-kira apa ya event selanjutnya yang akan “mengadopsi” konsep booth Live Sablonase ala Cherrypop ini? (*)
Penulis: Balma Bahira Adzkia, Mahasiswi Informatika dan desainer grafis yang menulis banyak hal mulai dari coding program komputer hingga catatan harian sebelum tidur
Artikel ini merupakan hasil dari program PENA SKENA, sebuah lokakarya dan praktik jurnalisme musik yang diinisasi oleh Cherrypop Festival. PENA SKENA diharapkan bisa mendorong aktivasi jurnalisme musik sebagai salah satu alat pemajuan kebudayaan, yang digerakkan oleh anak muda yang berpihak pada lokalitas.