0040299739_10

Kuntari, Gaung Memoar Primitif

Sejarah peradaban manusia terekam dalam linimasa zaman logam. Kultur metalurgi terbagi menjadi tiga zaman; perunggu, tembaga, dan besi. Persinggungan kultur zaman logam di Nusantara berlabuh melalui peradaban Dongson-Tonkin (Cina) sekitaran abad 500M di Nusantara.

Peralihan dari zaman batu ke zaman logam di Nusantara direkam dalam memoar artefak Moko (Nekara), yang ditemukan di Alor, Nusa Tenggara Timur. Melalui itu, dapat dirunut Moko (Nekara) menjelma dalam rekaman sejarah menjadi instrumen sonik tradisional dalam ritus dan kultur adat, instrumen transaksional, dan mahar (mas kawin).

Moko (Nekara) dibuat dicetak dengan maksud sebagai tanda zaman. Menerka ulang sejarah pada peradaban pra-aksara zaman logam, sebuah instrumen logam tak hanya menjadi satu tanda yang monolitik. Dentuman pada Moko yang ditabuh oleh tetua adat, adalah sebuah penanda.

Bahwasanya adanya petanda perang, ritus keagamaan, dan memorandum penyertanya. Kultus tribal peradaban zaman logam bersintesa antara panggilan alam dan dalam konteks hajat umum manusia. Sebab sebuah tanda adalah bahasa yang universal di linimasa pra-aksara.

Saya kira, begitulah awalan untuk memahami apa yang hendak diceritakan entitas eksperimental Kuntari dalam album ‘The Last Boy Picked’ (2021) dan ditutup dengan ‘Larynx’ (2022). Merekam ulang ingatan melalui sejarah masa pra-aksara dan zaman logam, mengingatkan saya akan entitas hewan buas dari kembara Tesla Manaf. Sonik musik logam, raung-raung transenden ritus adat, elegi animalistic nan primitive adalah senyawa dalam entitas Kuntari.

Memoar magis ini bermula pada 24 Juli 2022, tepat pada acara yang diselenggarakan oleh Yes No Wave Klub di Jogja National Museum. Pendapa Ajiyasa terselubungi kain-kain gelap dan pengap, sunyi dan lirih bisik-bisik penonton, pendar lampu di atas instrumen, dan ketercekaman.

Raung-raung purba mulai bergetar dari laring cronet, dentuman perkusi dan percik-percik piringan logam, sonik-sonik elektronik dan gelagat asing dramaturgi Kuntari. Alih-alih muncul samar aneh nan asing, malahan saya terseret ke dalam rekam ingatan sejarah zaman logam.

Belum selesai dengan keterlemparan memoar itu, hadir pula ingatan ritmis instrumen musik logam dalam imaji tarian tradisional dari Pulau Jawa, Indonesia. Seolah, menyeruak imaji visual tarian Sisingaan, Jathilan, Reog, dan Barong dalam satu panggung yang sama.

Ketercekaman itu merupa rasa bahwa esensi dari ‘The Sound of Primal Juggernaut’ atau suara purba sang kekuatan besar adalah sonik yang lahir dari sintesis Tesla dan Abror. Tesla menuturkan bahwa dalam kembara musik eksperimennya, terbentuk dari simbiosis ikatan (interlocking) dan (rhythm) ritme musik logam tradisional Indonesia.

Inilah pemberontakan dari sosok Tesla yang masih bergulat dengan naluri masa kecil terhadap kecenderungan ekslusivitas dalam berkarya.

Kembara seorang Tesla Manaf tak bertepi pada ragam Jazz dan musik klasik. Memang, Tesla sangat identik dengan komposisi Jazz dan segala aransemen yang merengkuh ragam klasik itu. Bagi Saya, Kuntari ialah entitas hewan buas yang selama ini Tesla kurung dalam dirinya sendiri.

Pemberontakan terhadap pakem dalam liturgi musik untuk sosok Tesla Manaf telah menjadi sintesis dari disiplin ragam musik klasiknya. Ia membawa teknik orkestrasi dimana semua instrumen adalah satu kesatuan dengan jiwa dalam entitas Kuntari.

Kuntari adalah Tesla Manaf. Ia merupa gaung memoar primitif dari linimasa zaman logam, dan menjelma hewan buas yang meraung dengan kultus genre primal-core. Kontemporer yang digubah Kuntari adalah wujud penyerahan diri kepada tempo, sebuah aturan baku birama dalam musik.

Dengan kata lain, Kuntari adalah memoar primitif dalam gaung musik eksperimental di Indonesia. Gaung eksperimental Kuntari memburai dari amalgamasi antara ritmis magis Hadrah Kuntulan Banyuwangi seorang Tesla Manaf dan dentuman Sar Ping (Barongsai) Bali-China dari Rio Abror.

Panggilan kawin hewan menjelma menjadi gaung-gaung eksperimental yang gelap dan magis. Transendensi musikalitas tercipta lewat perkawinan ritmis notasi asing dan suar-suar instrumen ganjil.

Panggilan kawin adalah naluriah homo-animalia. Sebagai manusia bernaluri binatang, merupa tanda adalah memoar primitif dalam sejarah peradaban dunia. Observasi dan eksperimental Kuntari, adalah evolusi dari masa pra-aksara dimana logam sebagai ritus dan kultus yang berdampingan dengan kehidupan manusia.

Ritmis dan notasi adalah kosmetika dan estetika dalam industri musik. Wacana musik eksperimental menaki bahwa musik tak selesai dalam satu lingkaran kurikulum dan pakem-pakem konvensional. Kuntari lahir dari ketercekaman masa zaman logam dan mengaum beringas di jalan yang sunyi.

Sebab, bagi saya, Tesla yang purba, Kuntari tidak akan purna.

Penulis: Aloysius Gonzaga

Foto Sampul: Kuntari

Artikel ini merupakan hasil dari program PENA SKENA, sebuah lokakarya dan praktik jurnalisme musik yang diinisasi oleh Cherrypop Festival. PENA SKENA diharapkan bisa mendorong aktivasi jurnalisme musik sebagai salah satu alat pemajuan kebudayaan, yang digerakkan oleh anak muda yang berpihak pada lokalitas.

Artikel Rekomendasi

Website Dalam Tahap Pengembangan

Pengalamanmu menjelajahi website Cherrypop mungkin belum sempurna, karena saat ini lagi proses pengembangan konten.