20th High Octane Rock: Merayakan Album Rock Paling Punk Di Event Pop

Secara teori, bahan bakar dengan bilangan oktan tinggi yang digunakan pada mesin bensin berkompresi tinggi, akan menghasilkan tenaga yang lebih tinggi pula. Bayangkan jika ini adalah sebuah album musik rock, kita akan mendapati sebuah album bertenaga tinggi, ugal-ugalan, dan penuh amarah yang meluap-luap. 

Sesuai namanya, ‘High Octane Rock’ yang dirilis Seringai pada 2004 silam, menyajikan rock bertekanan tinggi dengan akselerasi paling maksimum. Telinga saya mendeteksi riff-riff gitar di album ini merupakan hasil ramuan dari Black Sabbath dengan akselerasi dua kali lebih cepat, dengan gitar tuning drop B yang menjadikannya terdengar lebih berat, sungguh keputusan jenius.

Sementara beat-beat drumnya merupakan perpaduan heavy metal bercampur dengan fermentasi hardcore-punk, lalu materi vokal direkam saat Lemmy ‘Motorhead’ terlalu mabuk di Jalan Pajeksan, Yogyakarta era awal 2000an, seakan-akan ruhnya merasuk ke dalam pita suara Arian.

“20 Tahun Menghirup Musik Rock Beroktan Tinggi” foto: Asyam Ashari

Untuk departemen lirik, ‘High Octane Rock’ berisi banyak protes penuh tekanan sekaligus renungan. Mereka membicarakan kebobrokan kota lewat “Membakar Jakarta”, membicarakan norma lewat “Puritan”, kebusukan aparat lewat “Lencana” lalu mengajak merenung seraya bergembira lewat “Alkohol”, dan “Akselerasi Maksimum”.

Untuk urusan artwork, ‘High Octane Rock’ terasa serupa tapi tak sama dengan artwork ‘Matraman’ milik The Upstairs, yang juga dirilis tahun 2004. Saya jadi teringat album Anthrax “State of Euphoria” yang dirilis tahun 1988 silam.

Hari ini, Seringai beranggotakan Arian Arifin sebagai vokalis, Ricky Siahaan sebagai gitaris, Sammy Bramantyo sebagai bassis dan Edy Khemod sebagai drummer. Mereka bersepakat merayakan ’20 tahun High Octane Rock’ di Yogyakarta, pada hari kedua helatan Cherrypop Festival, 11 Agustus 2024.

‘High Octane Rock’ dibuka oleh “Lycanthropia pt.1”, langgam instrumentalia permainan gitar sepanjang 59 detik, musik pengantar saat manusia harus berubah menjadi serigala, melolong di tengah moshpit, cara yang paling tepat menikmati album ini.

Panggung yang gelap sudah bersiap, satu per satu lampu menyala, tibalah saatnya “Puritan” menggema. Anthem yang bercerita tentang bagaimana kita mempertanyakan kemurnian sebuah doktrin, dibalut musik rock dengan racun penuh sengat pada riff gitarnya. Lagu yang tepat untuk memulai perjalanan berkecepatan tinggi, yang artinya Serigala Militia (sebutan fans Seringai) mulai meliar dan melolong di arena. Cherry stage seketika memanas! 

Selanjutnya ada “Alkohol”, track sepanjang 4 menit 47 detik dipenuhi hujan riff gitar beraroma rock and roll dengan lirik berupa statement bernas “lagu ini untuk kalian, generasi menolak tua”. Koor massal meneriakkan “Alkohol..” pertanda tegas kami semua menolak tua. Menjadi tua memang sungguh menyebalkan.

Lalu ada “Akselerasi Maksimum”, pada versi rekaman hadir suara Prisa Rianzi sebagai vokal tamu, sayangnya tak dihadirkan pada perayaan ’20 tahun High Octane Rock’ ini. “Akselerasi Maksimum” adalah tipikal lagu pembakar semangat, khas lagu-lagu rock yang diperuntukan untuk memanaskan moshpit di setiap pertunjukan. Pada saat jeda lagu, Arian Arifin, berkata: 

“Album ini dibuat saat kalian masih menjadi sel telur”, sontak disambut tawa dari Serigala Militia.

Seringai tak membiarkan penonton berlama-lama menghela nafas, “Membakar Jakarta” dimainkan, penonton kembali meliar. Lagu yang merupakan cinta pertama saya terhadap Seringai dan sampai hari ini masih menjadi lagu favorit saya. Kerap setiap menginjakan kaki di Jakarta, saya bergumam “Mari sini berdansa denganku, membakar Jakarta”.

Seringai sekonyong-konyongnya mengajak kita berdansa di tengah sesaknya hiruk pikuk Jakarta yang sungguh “nyebahi”. Track keenam yaitu “Lencana”, terpampang jelas lewat lagu ini Seringai mengkritik kinerja kepolisian. “Melindungi siapa? Melayani siapa?” tulis liriknya. Seringai pernah diinterogasi polisi terkait merchandise dari lagu lencana, dianggap melakukan penghinaan, lalu pada akhirnya dinyatakan tidak bersalah.

Selanjutnya, Seringai memainkan “Jealous Again” milik dedengkot hardcore punk Black Flag yang juga hadir pada versi rilisan fisik ‘High Octane Rock’, namun tidak pada versi Digital Streaming Platfom. Kemungkinan besar dikarenakan perijinan penggunaan lagu tersebut. Setelah “Jealous Again”, panggung tiba-tiba gelap, semua lampu dimatikan, semua track pada ‘High Octane Rock’ tuntas dimainkan.

Seringai kembali ke panggung untuk menyuguhkan 6 lagu sebagai “bonus track” yang diambil dari album lainnya. Berturut-turut “Program Party Seringai – Tragedi – Omong Kosong – Mengadili Persepsi – Dilarang di Bandung – Selamanya” dimainkan. Koor massal kembali terjadi, “Palestina, Palestina merdeka” teriak Serigala Militia mengantar “Mengadili Persepsi” ke arena.

Bendera Palestina berukuran raksasa terbentang di tengah moshpit. Seringai merupakan salah satu dari sedikit band Indonesia yang peduli dengan genosida yang dilakukan Israel terhadap Palestina. “Selamanya” selesai dimainkan, pertanda berakhirnya perayaan 20 tahun ‘High Octane Rock’.

Secara keseluruhan, album ini adalah salah satu album rock penanda zaman di Indonesia. Musiknya berada di antara rock dan metal. Terlalu keras jika dibandingkan dengan album musik rock yang pernah dirilis oleh band Indonesia sebelumnya, namun tidak seberingas album-album metal milik band Indonesia semacam Deadsquad ataupun Jasad.

Seringai berhasil dengan cerdik mengambil posisi di antara rock dan metal. Sebuah anomali pada masanya. Ricky Siahaan berhasil meramu bebunyian sound gitar ikonik yang banyak diikuti oleh gitaris setelahnya. Arian berhasil merumuskan diksi-diksi ikonik lewat lirik lagu yang menjadi jargon di kemudian hari. “Generasi Menolak Tua” dan “Mari berdansa membakar Jakarta” adalah salah duanya.

20 tahun setelah dirilis, High Octane Rock masih tetap beroktan tinggi, selalu berhasil mengajak Serigala Militia berlarian ugal-ugalan melonglong di moshpit seraya melangitkan jari tengah. Tak ada yang berubah. Seringai membuktikan bahwa jiwa mereka benar-benar menolak tua, masih bergairah dan ugal-ugalan selayaknya di masa muda. Yang terlihat menua hanyalah fisik mereka, manusiawi.  

Pesta penuh peluh telah usai, dan di antara langkah kaki yang mulai melambat meninggalkan venue Cherrypop 2024, saya bertanya-tanya, mengapa Seringai memilih Cherrypop Festival sebagai tempat untuk merayakan 20 tahun ‘High Octane Rock’, bukan pada festival-festival musik keras yang ada di Indonesia. Merayakan album rock paling punk di event pop, sungguh anomali. 

Penulis: Andeskal Suryawan, Founder Repertoart, Full time Music Enthusiast, Part time Music Producer, Music Propagandist, Music Organizer

Artikel ini merupakan hasil dari program PENA SKENA, sebuah lokakarya dan praktik jurnalisme musik yang diinisasi oleh Cherrypop Festival. PENA SKENA diharapkan bisa mendorong aktivasi jurnalisme musik sebagai salah satu alat pemajuan kebudayaan, yang digerakkan oleh anak muda yang berpihak pada lokalitas.