Barasuara CP 2025

Viralitas Tak Kendurkan Barasuara di Cherrypop 2025

Sebagai penunggang badai, kehadiran Barasuara ke Cherrypop 2025 adalah alasan utama saya untuk hadir ke festival tahunan ini. Malam usai ‘band viral’ – begitulah seloroh Iga Massardi usai ramainya Sore: Istri dari Masa Depan – ini diumumkan menjadi salah satu penampil, saya langsung mengecek m-banking untuk menghitung-hitung seberapa banyak sisa tabungan kalau saya check out tiket 2-days pass.

Di tengah persimpangan antara “wes sikat wae” atau “eman-eman duite”, saya putuskan untuk tidur dulu barangkali dapat ilham via mimpi. Esok paginya, waktu sahur ke-sekian Ramadan lalu, adalah momen saya resmi memegang tiket Cherrypop. Untuk apa? Betul, nonton Barasuara.

Singkat cerita, saat hari penampilan tiba, saya rapalkan niat untuk menikmati penuh Cherrypop. Tak banyak terdistraksi untuk bikin konten pribadi atau update ke internet. Ya, mungkin sesekali merekam momen favorit atau hal-hal yang menarik perhatian saya saja. Niat penuh ini membuat saya lebih banyak memperhatikan penampilan (terutama) Barasuara hingga hal-hal yang lebih teliti.

Di jadwal yang tertera, Barasuara bermain di hari Sabtu (9/8) pada pukul 19.15 usai penampilan Sunwich. Mereka tampil di panggung sisi barat Lapangan Kenari, tepatnya di stage Nanaba. Saya hadir sedari set terakhir Sunwich. Mulanya, saya berdiri di belakang FOH.

Saat tulisan “Next artist: Barasuara” ditampilkan di layar, saya bergegas mendekat ke panggung. Tak lama berselang, pencahayaan diredupkan & motion logo Barasuara berwarna merah menyala diputar. Penggalan rekaman pidato Julius Robert Oppenheimer yang diedit sedemikian rupa diputar lalu menciptakan nuansa sepi dan gelap; menandakan bahwa show akan segera dimulai.

Mereka membuka set dengan “Hagia”. Tabuhan drum yang khas pada intronya membuat penonton mengalihkan perhatian ke panggung seketika. Pesan singkat “from the river to the sea, Palestine will be free” digaungkan Iga tepat sebelum chorus. Chorus ikonik yang diambil dari penggalan Doa Bapa Kami dinyanyikan oleh nyaris seluruh penunggang badai yang menonton. Meletakkan katalog yang singalong-able di awal adalah pilihan yang tepat untuk Barasuara.

“Fatalis” meningkatkan tempo setelahnya. Lagu yang memenangkan AMI Awards 2023 ini menebalkan tema gelap rilisan album Jalaran Sadrah. Penuh distorsi dan amarah. Tensi lagu yang naik turun, musik-vokal yang menawan, serta visual art eksperimental yang ditampilkan membuat “Fatalis” berhasil ditampilkan di Cherrypop secara paripurna.

Nuansa gelap penuh resah dan amarah kemudian berubah menjadi mengasyikkan. “Pikiran dan Perjalanan” bergema usai 2 track awal. Irama rancaknya membuat penonton seketika berjoget ria sambil goyangkan pinggul tipis-tipis. Namun, bukan Barasuara namanya jika tidak memberi element of surprise.

Bagian outro yang seharusnya lebih mengayun dibuat lebih ngebut & ‘pop punk’ dengan ketukan yang padat dan strumming yang rapat. Lucu juga, dari joget asyik jadi jingkrak-jingkrak & headbang

Tiba-tiba, bising berubah jadi hening karena mereka memutuskan untuk memainkan “Biyang”, sebuah katalog yang jarang sekali dibawakan live. Sebelum lagu dimulai, Iga juga mengatakan bahwa mereka berenam telah sepakat memutuskan mengambil risiko ini, entah apa sebabnya.

Lagu yang cenderung sunyi ini sepertinya dimainkan untuk mengambil napas di tengah setlist yang berisik nan melelahkan. Atau bisa jadi mereka sekalian mengambil napas di tengah padatnya jadwal mereka di bulan Agustus. Hahaha.

Di set-set setelahnya, katalog populer lain seperti “Mengunci Ingatan”, “Bahas Bahasa”, “Pancarona”, & “Etalase” tetap dibawakan dengan enerjik & diaransemen ulang dengan unik di bagian-bagian yang mengejutkan. Salah satunya, mereka tiba-tiba menyanyikan penggalan lirik “Api dan Lentera” di antara chorus & bridge “Bahas Bahasa”. Beginilah kurang lebih bunyi dari gabungan keduanya:

Lepaskan rantai yang membelenggu
Nyalakan api dan lenteramu
O! Itu tak kau lihat tak kau ragu
Peluh dan peluru hujam memburu

Sebagai set pamungkas, Barasuara memutuskan untuk melakukan ‘fanservice’ dengan memutar “Terbuang dalam Waktu”. Sebenarnya, kalaupun lagu ini tak terpilih menjadi soundtrack Sore: Istri dari Masa Depan, lagu ini memang sudah nyata magisnya.

Terbukti bahwa lagu ini memenangkan AMI Awards 2024 pada kategori Grup Alternatif Terbaik. Namun, peletakan lagu ini sebagai penutup show terasa tidak familier. Ini bukan setlist live Barasuara yang saya kenal sebelumnya.

Saya terbiasa melihat mereka menutup penampilannya dengan “Api dan Lentera”, “Guna Manusia”, atau “Nyala Suara”. Ketiganya biasanya diletakkan di belakang karena kerap menciptakan stage act yang penuh kekacauan: entah itu Gerald & Iga lakukan improvisasi ad lib di tengah lagu, tiba-tiba turun ke tengah crowd, ataupun mengajak semua penonton untuk jongkok dan melompat dalam hitungan ketiga.

Urutan set yang berbeda ini mulanya terasa sangat aneh. Namun, setelah saya perhatikan, ‘track viral’ ini seperti bit komedi yang paling lucu & membuat semua orang bereaksi dengan cepat. Lirik “Melihatmu bersemi dan bermekaran …” dan seterusnya bergema nyaring saat instrumen sengaja dihentikan & Barasuara memancing penonton untuk bernyanyi.

Saat ini, semua orang memang sedang relate dengan lagu ini, entah dari filmnya atau mengenal lagu ini lebih dulu. Lagipula tak ada satupun yang dirugikan dari viralnya lagu ini: pendengar senang, Barasuara juga jadi populer. Semua senang. Pada akhirnya, saya ikut menikmati sajian terakhir Barasuara yang magis, menenangkan, dan syahdu di Cherrypop 2025.

Viralitas yang Barasuara nikmati saat ini tidak mengendurkan energi besar dari Barasuara. Menghadapi eskalasi popularitas yang terjadi dengan cepat, Barasuara melihat peluang untuk menggaet pendengar baru tanpa melunturkan identitas yang lama dibangun.

Mereka tetap menyalakan ‘bara’ dalam irama yang penuh tenaga & eksperimen-eksperimen musiknya. Mereka tetap menggaungkan ‘suara’ dalam lirik-lirik puitis & penuh maknanya. Atau mungkin saja, kabar baiknya, lagu-lagu Barasuara memang perlahan diterima oleh audiens yang lebih luas secara organik. Kalau boleh saya simpulkan dengan sederhana: ini semua adalah berkah!

Penulis: Raihan Musthafa Armayadi

Artikel ini merupakan hasil dari program PENA SKENA, sebuah lokakarya dan praktik jurnalisme musik yang diinisasi oleh Cherrypop Festival. PENA SKENA diharapkan bisa mendorong aktivasi jurnalisme musik sebagai salah satu alat pemajuan kebudayaan, yang digerakkan oleh anak muda yang berpihak pada lokalitas.

Artikel Rekomendasi

Website Dalam Tahap Pengembangan

Pengalamanmu menjelajahi website Cherrypop mungkin belum sempurna, karena saat ini lagi proses pengembangan konten.