Terletak di sebelah Barat Provinsi Jawa Tengah, Banjarnegara merupakan bagian dari eks-Karesidenan Banyumasan. Wilayah ini terbentang luas, mencakup sekitar 3,29% dari total luas Provinsi Jawa Tengah.
Dilansir dari Surat Keputusan Gubernur perihal Upah Minimum Kabupaten (UMK) tahun 2023 di Provinsi Jawa Tengah, Banjarnegara menjadi kabupaten dengan upah paling rendah di seluruh Indonesia.
Namun demikian, apakah ada hingar-bingar gemerlap dari praktik-praktik kebudayaan populer, terutama perihal musik di kota Dawet Ayu ini?
Menyoal perkembangan musik yang ada di Banjarnegara, tidaklah terlepas dari praktik-praktik kebudayaan kontemporer yang masih meninggalkan jejak sejak 15 tahun lalu. Pada masa itu, pegiat musik di Banjarnegara memiliki kecenderungan untuk berkumpul dan bergerak berdasarkan genre, seperti; Banjarnegara Reggae Family atau Banjarnegara Underground Community. Juga kelompok-kelompok berdasarkan penggemar musisi idola seperti Kamtis Family untuk Endank Soekamti, Outsider untuk Superman Is Dead, dan lain sebagainya.
Seiring berjalannya waktu, pergerakan musik di Kabupaten ini mencoba untuk menjadi relevan sesuai dengan perkembangannya. Akan tetapi, geliat musik di Banjarnegara hari ini tampak belum menunjukkan hasil signifikan dalam skema praktik-praktiknya, seperti segi pengkaryaan, termasuk segi industri. Hematnya, tidak adanya kegiatan bermusik yang berhasil dan patut diangkat secara bangga dari Banjarnegara.
Ketidakberhasilan praktik-praktik ini lah teramati dan menjadi keluh kesah Sarrotama Wara Nugraha (Tama), bersama dengan rekannya Dhynug, Sastagama, Acuk Puji, Nyong Hanna, dan DIAMONSTHREE yang tergabung dalam Kolektif Pancaroba. Lantas, kolektif ini sepakat menggagas otokritik di proyek Rekam Skena #2.
“Karena memang tidak ada hal yang menarik. Kita juga punya pesan untuk membuat bagaimana film ini menjadi representasi dari Banjarnegara, bukan cuma Pancaroba,” ujarnya.
Bagi Tama, Rekam Skena ini bisa menjadi sebuah ajang kolaboratif dalam mencari solusi atas permasalahan-permasalahan praktik musik yang selama ini dirasakannya di kota kelahirannya.
“Kita (Kolektif Pancaroba) memberikan kritik, untuk masalah solusi harapannya bisa kita obrolin secara bareng-bareng nantinya,” pungkas Tama.
Dalam pendokumentasiannya, Tama bersama dengan Kolektif Pancaroba menggandeng Ian Alam Sukarso, Albar Muzaqi, Arroyhan, sebagai tim produksi. Selain itu, juga mengundang Anto Hio (Banjarnegara Reggae Family), Agung Karman (Titik Nol), Boby Prakoso (Indiegigsmedia), Menjang Pagi, Christoporus Adi Prasetyo dan Susmia Ken Dedes Syaefudin (Gardenia), Agus Mulianto (Baraindie), Agus Khamami (Banjarnegara Underground Community), Om Jimi (Warkope Nyong), dan Chapo, Azzam, Hilmi, Kyoomi, dan Ripank (Youthbreath). Mereka didapuk sebagai koresponden untuk menceritakan geliat praktik-praktik musik di Banjarnegara. (*)