WIK05721

Rekam Skena: Gaya Hidup atau Jalan Hidup?

“Sineas-sineas dari Jogja itu biasanya terkenal ‘alot’, idenya suka meluap-luap dan gigih untuk diwujudkan,” ujar Bambang “Ipoenk” K.M, film director yang juga dikenal dengan nama Videorobber.

Sineas yang kini sedang melanglang industri perfilman Indonesia ini mengungkapkan pandangannya terkait ekosistem seni, khususnya skena film di Yogyakarta. Ia menambahkan “Bahkan jika seniman Yogyakarta dibawa ke hutan belantara pun pasti bisa kelihatan vibes identitas aslinya”.

Sutradara film “Aum!” yang juga pendiri production house Lajar Tantjap Film ini juga menyinggung tentang semangat berdikari. Ipoenk menegaskan tentang pentingnya menciptakan momentum. “Relevansi karya antara teman-teman scenester (pegiat skena) dengan industri itu sangat erat,” ujarnya.

Bedanya, topik dokumenter masih membutuhkan ruang-ruang alternatif agar tidak hilang suaranya, yang mana itu masih perlu digalakkan, terlebih di kota-kota kecil. Hal ini dikatakan Ipoenk di On The Pop, Yogyakarta, saat Road Show Rekam Skena, yang menjadi bagian pre-event Cherrypop Festival 2025.

Meski dihelat pada Senin malam, namun tidak menyurutkan para penonton untuk menghadiri hari pertama pemutaran film yang dibagi menjadi dua sesi ini. Di sesi pertama memutar film: “Tuhan, Masukkan Aku ke Dalam Skena” (Gilang Rabbani, 2022) dan “Yogyakarta Magnetnya Rockabilly” (Valentinus Nagata, 2022). Dilanjutkan dengan “Tidak Ada Party di Kabupaten Ini” (Kolektif Pancaroba, 2023) dan “Ruang Kami: Soetedja” (Farobi Fatkhurridho, 2023) di sesi kedua.

Ruang terbuka On The Pop semakin hangat saat diskusi bersama bersama Ipoenk yang dipantik oleh Arsita Pinandita selaku moderator. Malam itu pembicaraan berkutat soal konsekuensi logis identitas seniman lokal, dengan upaya kehadiran ruang alternatif sebagai penampung lonjakan energi independen.

Ipoenk berpendapat bahwa suara paling jujur yang kerap hadir dari karya dokumenter itu penting untuk dihidupkan, didiskusikan, dan dipertontonkan ke khalayak luas. Kendala paling kentara adalah pola pikir orang-orang sekarang yang membatasi diri dengan urusan teknis dan alat yang kurang memadai.

Menurut sutradara serial TV Netflix “Klub Kecanduan Mantan” ini, adanya keterbatasan tersebut menyebabkan dilema antara tantangan atau hambatan dalam urusan pendistribusian karya. Dan hal ini perlu dijawab oleh para kolektif daerah yang berniat untuk mengglobal di masa mendatang.

Ragam keresahan antara benturan karya independen, semangat kolektif, dan tantangan industri mengantarkan pada “logika lumbung” yang ditawarkan kolektif ruangrupa, seperti yang dijelaskan oleh Arsita Pinandita di akhir sesi. Lumbung makanan berfungsi tidak hanya sebagai tempat penyimpanan, melainkan juga harus sustain.

“Dengan memikirkan kemampuan bagaimana sesuatu itu bisa bertahan lama, logika ini sangat bisa diadaptasi ke semangat kolektif: dimulai dari cara membuatnya, maintenance-nya, mengoptimalkannya, dan lain-lain,” ujarnya.

Penulis: Balma Bahira Adzkia

Fotografer: Duwik Djoyomiarjo

Baca juga:

Artikel Rekomendasi

Website Dalam Tahap Pengembangan

Pengalamanmu menjelajahi website Cherrypop mungkin belum sempurna, karena saat ini lagi proses pengembangan konten.