Heartcorner Collective adalah sebuah kolektif non-komersial yang didirikan oleh sekelompok anak muda pada tahun 2005. Berdirinya kolektif ini sebagai respons terhadap gelombang musik cutting edge yang sedang populer di Indonesia pada saat itu. Awalnya, fokus mereka adalah menginisiasi gigs, baik dari inisiatif lokal di Purwokerto, maupun dari band luar kota.
Seiring berjalannya waktu, Heartcorner Collective memutuskan untuk meluaskan cakupan kegiatannya. Pada tahun 2013, mereka meluncurkan kanal berita alternatif bernama Heartcornet.net. Melalui kanal ini, Heartcorner Collective memberikan wadah bagi gelombang musik cutting edge dengan bentuk tulisan yang menjadi medium baru untuk mengekspresikan keunikan dan semangat musik tersebut.
Tak berhenti di situ, Heartcorner Collective kemudian menambahkan lini kerja baru dengan pembentukan Heartcorner Record. Tujuan dari Heartcorner Record adalah memberikan wadah bagi musisi lokal, terutama di Purwokerto, yang ingin merilis album mereka. Dalam upaya ini, mereka berharap dapat mendorong minat musisi lokal untuk mendokumentasikan karya-karya mereka dan meluncurkannya ke publik.
Membangun Ruang dan Mengabadikan Sejarah Musik Underground di Purwokerto
Pembongkaran Gedung Soetedja, foto milik Agus Riyanto/Harmas.
Keterlibatan Heartcorner Collective dalam program Rekam Skena bermula saat tim ikonser/ Cherrypop melakukan kunjungan keliling pada tahun 2021 lalu. Menurut mereka hal ini menarik karena kerja kongkret yang selama ini djalani bisa terfasilitasi.
Para pegiat di Heartcorner memang concern di masalah pendokumentasian selama satu dekade ini. “Jadi, ketika ada program semacam ini, bener-bener ada kesamaan semangat dan visi untuk melaksanakan hal yang serupa. Apalagi kegiatan kami difasilitasi. Jadi, kami pikir ini adalah momen yang sangat bagus dan ya, jodoh lah berarti,” kata Kemal Fuad Ramadhan, satu di antara anggota kolektif ini.
Perjalanan Heartcorner Collective tak lepas dari pengaruh penting Gedung Soetedja. Gedung ini menjadi pusat kegiatan musik underground di Purwokerto pada awal tahun 2000-an. Namun, Gedung Soetedja akhirnya dirobohkan oleh pemerintah daerah pada tahun 2012 dengan alasan peran ekonomi pasar tradisional.
Meski Gedung Soetedja dipindahkan ke lokasi baru, Heartcorner Collective berusaha menciptakan ruang-ruang baru yang menggantikan peran Gedung Soetedja sebagai tempat berkumpulnya komunitas musik underground.
Pentingnya peran Gedung Soetedja sebagai ruang yang unik dan inklusif membuat Heartcorner Collective memutuskan untuk mendokumentasikan sejarahnya. Kemal menjelaskan alasan Heartcorner mengambil tema ini, karena belum pernah ditemukan catatan dan dokumentasi yang membahas Soetedja sebagai Gedung, baik yang diceritakan pelaku kesenian atau akademisi.
Keberadaan Gedung Soetedja sangat penting dalam menjadi tempat tumbuh dan berkembang para pelaku music, khususnya musik kontemporer di ranah bawah tanah. “Kami memilih Soetedja karena memiliki hutang dimana Soetedja pernah menjadi ruang yang memberikan kami kesempatan untuk berkreasi dan berinteraksi,” ujar Kemal.
Dokumenter yang sedang digarap oleh Heartcorner Collective ini merupalan otokritik, agar warga bisa lebih menghargai ruang-ruang yang sudah ada, dan tidak ada kejadian yang sama seperti Soetedja. Kemudian, sekaligus kritik terhadap stakeholder untuk lebih memperhatikan banyak ruang-ruang yang bisa menopang keberlanjutan perekonomian daerah di Purwokerto. Jangan hanya berfokus pada satu-dua segmen yang ada di lingkungan mereka sendiri.
Dengan berbagai kontribusi dan upayanya dalam menginisiasi gigs, merilis album musisi lokal, dan mengakomodasi tulisan-tulisan, Heartcorner Collective terus aktif dalam membangun ruang dan mengabadikan sejarah musik underground di Purwokerto. Melalui dokumenter ini, mereka berharap penonton dapat menghargai ruang-ruang yang ada dan memahami pentingnya mengenang sejarah sebagai landasan bagi perkembangan musik dan komunitas di masa depan.