ART EXIBITION (8)

Grunge Asthetic Untuk Cherrypop 2022

*Artikel ini dimuat di Zine Cherrypop 2022, saat itu Bayu Kristiawan mewawancarai Arsita Pinandita selaku Artwork & Commission Artist Cherrypop 2022.

Selepas 7 malam, pesan singkat Whatsapp dari mas Dito masuk, menjawab ajakanku untuk wawancara. “Atau malam ini aja? Via Gmeet, isi pesan tersebut. Segera kubalas tanda sepakat, lalu kusiapkan keperluan untuk wawancara.

“Halo mas Dito, apa kabar?” Sapaku mengawali obrolan basa-basi, sebelum masuk ke topik.

“Aku ada tulisan profil yang dibuat temen, coba aku kirim ke Whatsappmu aja ya.Jawab mas Dito.

Tertulis profilnya di pesan itu: Arsita Pinandita atau biasa disapa Dito, dosen desain komunikasi visual yang gemar mempertemukan praktik desain dan seni dalam budaya populer anak muda. Beberapa kali menjadi project director & kurator untuk perhelatan seni lintas disiplin. Wilayah kerja artistiknya banyak dipengaruhi oleh hal remeh yang muncul dalam timeline media sosial.

Berlanjut, kutanyakan keterlibatan mas Dito sebagai kolaborator CHERRYPOP dalam pengerjaan artwork, visual, serta pameran tunggalnya di CHERRYPOP yang berjudul “Grunge Asthetic”.

Sembari menghisap rokok dalam-dalam, ia menjelaskan hubungan pameran yang ia kerjakan dengan bentuk musik CHERRYPOP. Menurutnya salah satu bentuk seni yang selalu bertumpu pada desain grafis ialah musik. Genre musik dan gaya desain memiliki interaksi dan saling berpengaruh, bahkan keduanya juga ditasbihkan sebagai penanda sebuah era.

Ada beberapa genre musik dan gaya desain yang telah menjadi sintesa di antara keduanya, sebut saja gaya desain psychedelic, punk, new wave, grunge, hingga gaya desain rave. Nama-nama gaya tersebut juga lazim kita kenal sebagai variasi genre dalam musik.

Identitas visual yang dipersembahkan Arsita untuk Cherrypop 2022 ini adalah gaya desain “Grunge” yang populer tahun 90an. Pada masa itu dipopulerkan oleh majalah Ray Gun dari Amerika, hasil karya dari perancang grafisnya yaitu David Carson. Gaya desain grunge ini merupakan turunan dari gaya desain punk. Ciri khasnya mirip, yakni kolase tak beraturan dan bebas, hanya saja jika gaya desain punk memiliki muatan politis, gaya desain grunge adalah ekspresi budaya.

Lalu setelah mendengar penjelasan tersebut, saya bertanya kembali, “lantas apa yang menjadi gaya visual mas Dito?”. Dengan santainya personel Cangkang Serigala ini menjawab bahwa pada era 90-an identik dengan perayaan musik alternatif sekaligus momentum puncak titik jenuh anak muda pada musik pop MTV. Itulah kenapa gaya desain grunge sebagai representasi titik jenuh secara visual ditampilkan dengan bentuk yang berantakan, penuh sobekan, kotor dan usang.

“Spirit Cherrypop sebagai festival baru, cukup berani untuk jadi alternatif pilihan dari banyaknya festival musik lainnya, dengan menghadirkan band lintas genre, dari berbagai wilayah untuk bertemu di tengah di Yogyakarta, cukup terwakilkan dengan gaya desain grunge ini, kolase yang tak beraturan dan berwarna-warni namun tetap estetis, tambah Arsita.

“Kan besok mas Dito juga akan pameran tunggal nih di CHERRYPOP, nah karyanya bakal kayak gimana tuh? tanyaku melanjutkan.

“Kolase desain grunge dengan tipografi lirik-lirik lagu dari band line up yang main di CHERRYPOP,jawabnya.

Jika pada pertunjukan musik, pastinya yang ditonjolkan adalah tata suara dan aksi panggung dengan iringan sing along penonton. Dalam karyanya, Arsita akan menangkap lirik-lirik dari band penampil di CHERRYPOP untuk diwujudkan kedalam bentuk visual dengan gaya desain grunge, menyingkirkan aturan pakem layout yang penuh presisi lalu disajikan ke dalam ruang pamer yang tentunya menghadirkan bentuk yang tak beraturan.

Selain itu penggunaan tipografi/teks dalam gaya desain grunge tidak untuk dibaca secara harfiah, namun menjadi bagian dari tampilan visual yang menyenangkan untuk diubah secara estetika.

“Mantep, makasih banyak Mas Dito, sampai jumpa di CHERRYPOP 2022 nanti,kataku mengakhiri obrolan via daring.

Penulis: Bayu Kristiawan

10-11 AGTS 2024

LAPANGAN KENARI, YOGYAKARTA