JENNY (6)

Cherrypop Festival 2023 dan Kehadiran Band Mitos

Seminggu telah berlalu, tapi gairah Cherrypop masih terasa menggebu. Tiga panggung Cherry Stage, Nanaba Stage dan Yayapa Stage di festival ini, bagai televisi di rumah semasa kecil: hangat dan penuh kenangan.

Puluhan band dan musisi dari lintas generasi seperti For Revenge, The Jansen, The Panturas, Perunggu, Lomba Sihir, Jono Terbakar, Monkey to Millionaire dan beberapa nama lainnya memainkan peranan penting untuk menarik massa datang. Yang tak kalah menarik, Cherrypop Festival 2023 juga membangkitkan band-band “mitos” seperti Jenny, Seek Six Sick dan Southern Beach Terror.

Tak bisa dipungkiri, band-band “mitos” inilah yang membawa saya rela menempuh perjalanan delapan jam dengan menumpang kereta kelas ekonomi. Saya sempat bertanya-tanya saat kembali melihat lineup Cherrypop Festival tahun lalu yang saat itu diisi oleh band yang juga jarang manggung seperti Melancholic Bitch dan Teenage Death Star. 

“Misi apa yang tengah dijalankan tim Cherrypop dengan mengajak band-band yang sudah jarang sekali manggung untuk tampil kembali?” 

Pertanyaan itu saya simpan dalam hati, biarlah jawaban saya temukan nanti sesampai di Yogyakarta.

Sesampai di Yogyakarta, beberapa warung gudeg, toko oleh-oleh, becak sepeda dan cuaca mendung menyambut kedatangan saya siang itu. Nasib baik, hujan belum turun. Indahnya Kota Pelajar ini terpampang jelas di hadapan mata.

Saya merebahkan badan sekejap di penginapan. Setelah badan agak seger, saya langsung menuju ke kawasan Seturan untuk menghadiri konferensi pers Cherrypop Festival 2023. Setelah itu, panitia mengatakan bahwa peserta Pena Skena diharapkan dapat berkumpul untuk diskusi tema apa yang akan diangkat untuk diberitakan. 

Pena Skena adalah program baru Cherrypop untuk mengumpulkan penulis yang memiliki ketertarikan menulis musik. Inilah salah satu alasan saya datang ke Yogyakarta. Sepanjang diskusi, saya langsung terpikir akan mengangkat tema yang sudah terngiang di benak saya sejak di kereta tadi. 

Hari pertama festival, saya bergerak menuju community corner, mengikuti briefing Pena Skena. Setelah itu, saya langsung mencegat Kiki Pea, Project Director Cherrypop sebelum beliau sibuk mondar-mandir. Tanpa pikir panjang, saya langsung melontarkan kegelisahaan saya soal kenapa mengundang band mitos jadi misi utama Cherrypop Festival 2023?

“Sebenernya gak misi-misi amat sih jujur aja. Cuma tahun lalu kami ingin mengundang Melancholic Bitch Karena mereka kan udah lama gak main. Kami sih gak menyebut mereka band mitos, tapi di tongkrongan emang sering kedengaran kalau mereka band mitos. Gue pernah wawancara Melbi, setelah ini mereka akan sering main,” kata pria yang acap mengenakan kacamata hitam itu.

Setelah berhasil dengan ide menggundang band yang jarang tampil, tahun ini tim Cherrypop mencoba mengulang kembali formula dengan memainkan band-band yang personilnya masih eksis namun grup musiknya sendiri tak pernah terlihat di berbagai panggung. Oleh karena itu tim Cherrypop Festival mengundang Jenny, Seek Six Sick dan Southern Beach Terror.

“Band-band itu walau orangnya ada, tapi udah lama gak main, terus kita tawarkan untuk main dan mereka sepakat main,” tuturnya.

Lalu bagaimana dengan Jenny?

“Kalo Jenny dulu banyaklah suara-suara, Cherrypop undang FSTVLST dong, cuma kan mereka sering main fren. Ya gak papa juga. Cuma kayak kurang menantang kalo tahun ini dan kita mau yang lebih gitu. Kita coba gimana kalo Jenny? kita coba ngobrol-ngobrol, Alhamdulillah gayung bersambut mereka mau main dengan alasan yang juga mereka sepakati,” tambahnya.

Kalau Southern Beach Terror?

“Southern Beach Terror itu kan statement-nya lima tahun sekali main, dibilang mitos gak juga. Ini lima tahun lagi ada lagi kalau gak ada halangan. Jadi kalo ditanya misi sebenarnya gak juga, tapi kita tertantang untuk memainkan band-band yang dinantikan tapi mereka gak tau ditemuin di mana gitu,” tutupnya.

Terjawab sudah pertanyaan itu. Poin yang bisa saya ambil adalah menggundang band mitos bukan cuma misi dari Cherrypop Festival, melainkan sebuah tantangan untuk mengajak band-band tersebut untuk main lagi. 

Saya juga berkesempatan mewawancarai Southern Beach Terror, salah satu band mitos yang memiliki statement manggung lima tahun sekali.

Om Robo dari Southern Beach Terror tertawa kecil ketika ditanya di belakang panggung. Kenapa selama lima tahun tidak manggung?

Menurutnya, ini bukan karena tidak ada undangan atau sepi manggung, melainkan mereka lebih memilih menjalani kehidupan layaknya manusia kebanyakan. “Ya di rumah aja, tidur, istirahat, berdagang, jual beli, jasa, barang ya kayak gitulah, standarlah kehidupan manusia normal,” tutur Om Robo.

Lalu apa pemantik Southern Beach Terror mau manggung di Cherrypop? 

“Karena pas 5 tahun. Terakhir manggung 2018 kan dan sekarang udah 2023 jadi udah pas lima tahun. Anak-anak Cherrypop kebetulan tahu kebiasaan kita yang kurang ajar itu. Om Main gak? Oh, yaudah karena udah 5 tahun jadi boleh,” ucapnya sembari tertawa.

Terus setelah melihat crowd yang menggila tadi, dalam waktu dekat Southern Beach Terror kira-kira bakal manggung lagi gak?

“Gak ada, gak mau, nanti aja 5 tahun lagi. Itu juga tergantung mood, kalau gue oke, yang lain gak oke, gak manggung,” tutupnya sembari ngakak.

Tampilnya lagi Southern Beach Terror disambut baik oleh musisi lain, termasuk The Panturas yang juga memainkan surf rock.

“Gue seneng banget sih. Gue selalu nungguin. Jadi Southern Beach Terror itu kan manggungnya lima tahun sekali, makanya tiap lima tahun sekali itu gue selalu menantikan. Tadinya, kemarin gue mau bela-belain buat ke sini langsung nyusul nonton, tapi gak keburu karena manggung. Jadi, kalo ditanya gimana, pasti seneng bangetlah. Tadi gue udah bilang ke Om Robo harus ada titik Jakarta nantinya,” ujar Gogon, bassist The Panturas.

***

Pagelaran musik yang dilaksanakan pada 19 hingga 20 Agustus tersebut ditutup oleh penampilan Jenny, band yang terbentuk di kampus seni rupa ISI Yogyakarta pada pertengahan 2003. 

Selama berkarier di dunia musik, band yang dibentuk oleh Roby Setiawan (gitar), Anis Setiaji (drum), Arjuna Bangsawan (bass), dan Farid Stevy Asta (vokal) ini hanya memiliki satu  album, Manifesto. Setelah ditinggal Anis dan Arjuna, dua personel tersisa memilih mengganti nama band jadi FSTVLST. Jenny vakum, tapi mereka tetap terhubung melalui grup WhatsApp. 

“Kegiatan selama vakum, gak ngapa-ngapain. Cuma aktif di grup WhatsApp bernama Jenny bersama ke-4 personel dan mantan manajer juga. Biasanya ngobrol-ngobrol kegiatan mancing, kegiatan bersama keluarga dan berbagi kabar,” kata Farid Stevy. 

Dibanding personil yang lain, sang frontman bisa dibilang yang paling aktif berkegiatan. Tak hanya bermusik dengan FSTVLST, Farid Stevy juga aktif di dunia seni rupa. Beliau adalah seorang perupa dan sosok di balik logo-logo terkenal, seperti Filosofi Kopi dan KAI. Seniman yang lahir di Gunungkidul tersebut juga pernah melukis drum set milik Brian Kresna Putro, mantan drummer Sheila On 7. Dengan tipografi khas sentuhan tangannya, drum tersebut bertuliskan beat, stacks, dung dung, happiness, joy, Sheila On7, dan Musim Yang Baik.

Setelah empat tahun, akhirnya malam itu saya kembali melihat Farid Stevy di atas panggung. Terakhir kali melihat Farid itu saat di kampung halaman saya di Padang bersama FSTVLST dan kali ini terasa spesial karena saya menyaksikan aksinya di kampung halamannya, Yogyakarta. Namun ada yang berbeda, ia ada di depan bersama Jenny. 

Jenny dengan meriah menutup Cherrypop Festival 2023. Memainkan lagu-lagu di album Manifesto dan membawakan potongan-potongan lagu milik Ramones dan The Strokes. Di tengah penampilan, Jenny mengingat masa-masa saat mereka memulai band dengan menampilkan logo-logo dari band yang ketika itu berangkat bersama, di antaranya Dom 65, Sangkakala, Southern Beach Terror, Melancholic Bitch, dan beberapa band lainnya di gambar latar.

Sejak awal Jenny memulai penampilannya, saya melihat Farid Stevy seperti kembali berkumpul bersama keluarga besarnya. Lebih tepatnya malam itu bisa dibilang seperti acara keluarga. Banyak tamu dan saudara berdatangan, sedangkan saya adalah tetangga yang datang dari perantauan sedang memberi oleh-oleh, lalu ikut nimbrung di depan teras rumah keluarga besar Jenny.

Sebagai tetangga yang baik, saya tidak banyak tingkah. Hanya menikmati setiap momen di acara keluarga besar itu. Menangkap gambar dan sesekali mengambil video untuk dokumentasi sebagai arsip dan kenang-kenangan untuk dilihat kembali saat diperantauan.

Stok lagu sudah hampir habis, intro “Matimuda” dimainkan. Penonton yang tak sabar menyaksikan Farid Stevy berdakwah terlihat makin ramai di depan rumah keluarga besar Jenny. Tiga sampai lima orang terlihat mencoba maju ke depan untuk bersilaturahmi dengan Jenny. Di depan saya, pemuda bertubuh jangkung hanya bisa mengeleng-gelengkan kepalanya sambil terperangah. Kagum sepertinya dengan kembalinya keluarga besar ini.

Saat “Matimuda” dengan lantang dinyanyikan, terlihat dari belakang Ugoran Prasad dari Majelis Lidah Berduri berlari ke arah depan untuk stage diving bersama Farid. Membuat penonton makin histeris dan bertepuk tangan. Lagu hampir berakhir, Farid kembali ke atas panggung dan mengatakan,

“Baru sekarang kita merayakan pertemuan keluarga ini, kita membuktikan bahwa Yogyakarta selalu punya ruang untuk percobaan apapun. Malam ini kalian menyaksikan band yang sudah mati, manggung kembali. Pun begitu dengan harapan-harapan kalian yang sudah mati, hidupkan kembali, kita rayakan bersama, tepuk tangan Cherrypop 2023.”

Saya tertegun sambil berkata lirih dalam hati, “Ini orang kok kalo ngomong dan beraksi di atas panggung keren terus ya.” 

Jenny menutup penampilannya sambil pamit berterima kasih dan semua bubar menuju rumahnya masing-masing. Termasuk saya yang mesti bersiap pulang untuk mengemas barang karena harus kembali ke perantauan besok pagi. Acara kumpul keluarga besar yang sangat menyenangkan malam itu. 

Akhir kata, dengan kehadiran band-band mitos yang juga dibarengi oleh banyak band keren lain, rasanya Cherrypop Festival tahun ini bisa dibilang kembali sukses dan membuat pengunjung membawa pengalaman yang tak terlupakan. Begitu pula dengan saya sendiri. Saya rasa, itu juga bisa dijadikan strategi Cherrypop untuk membuat perbedaan dengan festival-festival tahunan yang diadakan di ibukota. 

Terima kasih Cherrypop Festival, Berbaris-baris dan bersiaplah, Bersiap-siap siapkah jawaban, sampai jumpa tahun depan! 

Penulis: Nanda Ayola

Penyunting: Nuran Wibisono

10-11 AGTS 2024

LAPANGAN KENARI, YOGYAKARTA